Selasa, 24 Desember 2013

lanjutan Sebening Ketulusan Hati 2

 TERUNGKAP
Hari-hariku semakin terasa begitu indah, namun tak ada yang tahu perasaan ini. Namun siapa yang bisa menyangkal, seorang wanita terkadang selalu ingin berbagi kebahagian hatinya kepada teman-teman dekatnya. Semakin hari, aku semakin bisa dekat dengan beberapa orang. Dan tepat saat itu, hari rabu, hasil ulangan harian matematika yang pertama dibagikan. Dari jumlah siswa kelas XI IPA 4 yang berjumlah 40 orang, hanya 5 orang yang lulus dan tidak usah mengikuti remidial. Itulah aku, Nissa, Wati, Saadah, dan Dewi. Merekalah teman-teman dekatku. 
Kami berlima keluar, dan yang lainnya tetap berdiam di kelas untuk mengerjakan soal remidial. Kami berlima disuruh untuk mengerjakan LKS di kolidor depan kelas. Daun jatuh, bersama hembusan angin kami berlima bercanda tawa di luar kelas. Terkadang saya melihat ekspresi siswa yang sedang di remidial, perasaan lucu, namun kesedihan pun ada ketika melihat teman seperjuangan gagal dalam melakukan suatu hal." Gimana ini caranya" ucapku. "Nanti sajalah tanyakan ke Bu Heni", jawab Dewi. Kami pun hanya bercanda tawa, tanpa ku sadari pembicaraan kami membuatku mengarah pada suatu pengakuan. "Menurutku ada yang keren di kelas ipa4". ucapku. "Masa? siapa?. Jangan-jangan zhafira jatuh cinta". ledek Wati. "Ssstttt", ucapku sambil tersenyum. "Aaaaaah, siapa yaaa?"ucap Nissa penasaran. "Mmmm Mulyadi? Amaad? Malik? Setiadi?" semua teman nama siswa laki-laki diucapkan. Aku hanya berkata "ahaaaaaa bukaan, bukaaaan, bukaaan. Atuh jangan dipapaaa!" ucapku. "Ah, pasti si atat?, eh keceplosan". ucap wati. "Mmmm apa eh?, aku mengelak sambil menahan senyum. "aaah, bener inimah. Adeuuy putra", ledek Saadah.
Dan akhirnya, isi hatiku terungkap. Teman-teman dekatku akhirnya tahu perasaanku. Saat itu sedang musimnya permainan gapleh atu lebih dikenal dengan kartu entah kartu apa namanya, yang pasti yang bergambar lingkaran-lingkaran. Aku tidak terlalu paham pasti tentang taktik bermain itu, memang dalam metode matematika, permainan tersebut menggunakan konsep peluang yang sedang kami pelajari saat SMA kelas 2. Walaupun begitu aku tak tahu bagaiman penerapannya. Entah mengapa, emmang kata gapleh menuai pemikiran yang negatif, tapi kami tetap menjalankannya. Karena kamipun berfikir selama hanya dijadikan permainan, emnagapa tidak? Toh kami tidak berjudi. Dan beruntungnya, kami belum pernah terlihat sednag bermain gapleh. kami selalu memainkannya saat guru tidak masuk atau di wakt-waktu senggang lainnya.
Sampai saat ini aku masih ingat, dimana permainan ini terbagi menjadi 2 tingkat. Ada golongan atas dan golongan pemula. Ya, itu hanyalah permainan dan senda gurau kami saja. Bagi pemin gapleh tingkat atas, tempat permainan adalah di meja panas, tepat di meja belajar Putra dan di belakangnya yaitu meja belajar Mulyadi, dengan menggunakan kartu gapleh yang baru dan masih bagus. Sedangkan golongan pemula, harus bermain di bawah atau di lantai dengan menggunakan kartu yang sudah kucel. Yang ingin menjadi pemain gapleh tingkat atas, harus menang berkali-kali terlebih dahulu saat pertandingan dengan para pemula. Dan bagi pemain gapleh yang berkali-kali kalah dan mendapatklan gelar RT maka harus turun kembali ke bawah. Terkadang aku merasa geli dengan adanya starata sosial seperti ini dalam permainan gaplehh. Semakin hari permainan ini semakin marak. dan tepat hari ini, masih hari rabu, saya ingin mencoba memainkannya. Yang paling kuingat, aku bermain dengan Lestari dan Mulyadi, entah siapa satu orang lagi. "Aduuuuh, si Bunda main gapleh haha", itulah perkataan mereka. "Ah cuma mencoba saja" jawabku.
Aku mulai bermain di lantai dasar, lantai pemula. Seakan-akan seperti pertandingan yang panas, aku sedikit deg-degan. Terkadang music orchestra dan simponi seakan terplay di fikiranku sebelum permainan ini dimulai. Kami menentukan terlebih dahulu sebuah perjanjian. "Yang kalah 3x berturut-turut, harus apa ya?", ucap Lestari. "Yang kalah harus menyatakan cinta ke seseorang. Seperti tadi saja, saya mengungkapkan cinta ke Yati di depan sekolah! Meh Rame!" ucap Mulyadi. "Siaaap lah!" ucapku optimis. Kami pun memulai permainan. Babak kesatu aku kalah. Keringat dinginku setetes menetes. Pertandingan yang kedua pun sama. Dan Tiba pada permainan terakhir, semua pemain sorak "AAAAhhh si Zhafira eleh deui", ucap Mulyadi! "Nyatakan cinta!" Aku hanya berteriak dengan perasaan antara menyesal dan ingin tertawa terbahak-bahak.. Terkadang aku mengelak, namun tak didengar. Karena sudah perjanjian, akupun harus menetapi janji itu". 
"Nyatakan cinta ke siapa ya?", ucap mulyadi riang. Seseorang ada yang berbisik, "Putraaa...". Dan Mulyadi pun berteriak., "Naaah Ka siatat we!", dia pun dengan begitu cepatnya membawa petikan daun dari pot bunga di depan kelas. "Nyatakan cinta nyatakan cintaaaa!" ucap teman-teman begitu sorak. Aku tak tahu percis bagaimana cara menembak seseorang karena jujur, sampai saat itu belum pernah ada yang menembakku. Mulyadi pun mengajariku terlebih dahulu apa yang harus ku katakan. Saat itu, Putra hanya tersenyum di meja panas sambil bermain gapleh dengan golongan tingkat harder/tingkat atas. "Atat, dibaju atuh kan zhafira mau nembak", teriak Dewi. Dadaku berdegup kencang, Putra berbalik ke arahku, aku berdiri terdiam sambil memegang sepucuk daun. Teman-temanku memandang dan tertuju ke arahku, sunyi, menunggu ucapan dari mulutku. dan akhirnya, pada tanggal 210112012, aku mengatakan suatu hal "Atat, abi bogoh ka atat", ucapku sambil meberikan sepucuk daun itu. Dia diam tak berucap apapun, hanya senyuman kecil yang manis dan indah yang dia tampakkan kepadaku. Diapun menerima sepucuk daun yang kuserahkan. Semua teman-temanku sorak. Sebagian ada yang berkata, "Selamat jadian yaaaa",. Aku hanya bisa tersenyum dan terdiam. 
Setelah itu, keadaan kelas kembali seperti biasa. Guru saat itu sedang ada kepentingan dan tidak dapat hadir. Aku masih ingat, masih pada hari itu aku melewat ke bangku pnas tempat golongan harder sedang bermain gapleh. Putra memanggilku, "Zhafira", "ya", ucapku, hatiku berdegup kembali. "Sini duduk, temani aku", mintanya. Aku tak menolaknya, aku duduk di sampingnya. Aku masih ingat, dia tidak mengenakan baju ataupun kaos, saat itu dia berkeringat karena selesai bermain bola. Dia pun mengambil kaos olahraganya dan menutupi punggungnya. "bau ga?", tanyanya "ngga da", ucapku dengan senyuman. "Ga main gapleh lagi?", tanyanya. "Ngga ah, ngga bisa. Nanti kalah lagi", ucapku tersenyum kecil. "Biar atuh kalah juga, biar bisa nyatain cinta lagi ke aku", jawabnya. Hatiku luluh, aku tersenyum, dan hatiku berteriak tertawa, berlarilari ke hamparan taman yang luas dan penuh dengan bunga-bunga. Aku tahu, hari itu adalah hari yang amat indah. Dia terus memainkan kartu gaplehnya, dan aku tetap duduk di sampingnya sambil melihat dia dengan begitu dekatnya. Alangkah indah perasaan ini. Aku ingin terus merasakan perasaan yang seperti ini.
Aku tahu, aku bahagia. Namun terkadang akupun merenung. Aku tahu, dia seperti setangkai bunga yang telah terikat kuat oleh pemiliknya. Dia telah memiliki seseorang lain yang berarti di hidupnya. Jauh hari sebelum kejadian itu, aku sudah tahu statusnya di media sosia. Dia telah memiliki bidadari cantik yang dapat menemani hidupnya, daia kakak kelasku. Aku memang sedik tergores, namun bukan berarti aku putus harapan. Aku hanya ingin mengaguminya. Dia memang telah ada yang memiliki namun biarlah, toh aku hany ingin mengagumi, bukan ingin memilikinya. Biarlah dia bersama orang lain, asal aku dapat melihatnya tersenyum dan bahagia. Dan sejak saat itu, keyakinan hatiku tetap berpegang teguh pada nya, hati ini tulus mengaguminya. Aku akan melakukan hal terbaik baginya. Aku tak butuh apapun darinya, aku hanya ingin melihat senyum di hari-harinya. 
* * *
3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar