TERUNGKAP
Hari-hariku semakin terasa begitu indah, namun tak ada yang tahu
perasaan ini. Namun siapa yang bisa menyangkal, seorang wanita terkadang
selalu ingin berbagi kebahagian hatinya kepada teman-teman dekatnya.
Semakin hari, aku semakin bisa dekat dengan beberapa orang. Dan tepat
saat itu, hari rabu, hasil ulangan harian matematika yang pertama
dibagikan. Dari jumlah siswa kelas XI IPA 4 yang berjumlah 40 orang,
hanya 5 orang yang lulus dan tidak usah mengikuti remidial. Itulah aku,
Nissa, Wati, Saadah, dan Dewi. Merekalah teman-teman dekatku.
Kami berlima keluar, dan yang lainnya tetap berdiam di kelas untuk
mengerjakan soal remidial. Kami berlima disuruh untuk mengerjakan LKS di
kolidor depan kelas. Daun jatuh, bersama hembusan angin kami berlima
bercanda tawa di luar kelas. Terkadang saya melihat ekspresi siswa yang
sedang di remidial, perasaan lucu, namun kesedihan pun ada ketika
melihat teman seperjuangan gagal dalam melakukan suatu hal." Gimana ini
caranya" ucapku. "Nanti sajalah tanyakan ke Bu Heni", jawab Dewi. Kami
pun hanya bercanda tawa, tanpa ku sadari pembicaraan kami membuatku
mengarah pada suatu pengakuan. "Menurutku ada yang keren di kelas ipa4".
ucapku. "Masa? siapa?. Jangan-jangan zhafira jatuh cinta". ledek Wati.
"Ssstttt", ucapku sambil tersenyum. "Aaaaaah, siapa yaaa?"ucap Nissa
penasaran. "Mmmm Mulyadi? Amaad? Malik? Setiadi?" semua teman nama siswa
laki-laki diucapkan. Aku hanya berkata "ahaaaaaa bukaan, bukaaaan,
bukaaan. Atuh jangan dipapaaa!" ucapku. "Ah, pasti si atat?, eh
keceplosan". ucap wati. "Mmmm apa eh?, aku mengelak sambil menahan
senyum. "aaah, bener inimah. Adeuuy putra", ledek Saadah.
Dan akhirnya, isi hatiku terungkap. Teman-teman dekatku akhirnya tahu
perasaanku. Saat itu sedang musimnya permainan gapleh atu lebih dikenal
dengan kartu entah kartu apa namanya, yang pasti yang bergambar
lingkaran-lingkaran. Aku tidak terlalu paham pasti tentang taktik
bermain itu, memang dalam metode matematika, permainan tersebut
menggunakan konsep peluang yang sedang kami pelajari saat SMA kelas 2.
Walaupun begitu aku tak tahu bagaiman penerapannya. Entah mengapa,
emmang kata gapleh menuai pemikiran yang negatif, tapi kami tetap
menjalankannya. Karena kamipun berfikir selama hanya dijadikan
permainan, emnagapa tidak? Toh kami tidak berjudi. Dan beruntungnya,
kami belum pernah terlihat sednag bermain gapleh. kami selalu
memainkannya saat guru tidak masuk atau di wakt-waktu senggang lainnya.
Sampai saat ini aku masih ingat, dimana permainan ini terbagi menjadi 2
tingkat. Ada golongan atas dan golongan pemula. Ya, itu hanyalah
permainan dan senda gurau kami saja. Bagi pemin gapleh tingkat atas,
tempat permainan adalah di meja panas, tepat di meja belajar Putra dan
di belakangnya yaitu meja belajar Mulyadi, dengan menggunakan kartu
gapleh yang baru dan masih bagus. Sedangkan golongan pemula, harus
bermain di bawah atau di lantai dengan menggunakan kartu yang sudah
kucel. Yang ingin menjadi pemain gapleh tingkat atas, harus menang
berkali-kali terlebih dahulu saat pertandingan dengan para pemula. Dan
bagi pemain gapleh yang berkali-kali kalah dan mendapatklan gelar RT
maka harus turun kembali ke bawah. Terkadang aku merasa geli dengan
adanya starata sosial seperti ini dalam permainan gaplehh. Semakin hari
permainan ini semakin marak. dan tepat hari ini, masih hari rabu, saya
ingin mencoba memainkannya. Yang paling kuingat, aku bermain dengan
Lestari dan Mulyadi, entah siapa satu orang lagi. "Aduuuuh, si Bunda
main gapleh haha", itulah perkataan mereka. "Ah cuma mencoba saja"
jawabku.
Aku mulai bermain di lantai dasar, lantai pemula. Seakan-akan seperti
pertandingan yang panas, aku sedikit deg-degan. Terkadang music
orchestra dan simponi seakan terplay di fikiranku sebelum permainan ini
dimulai. Kami menentukan terlebih dahulu sebuah perjanjian. "Yang kalah
3x berturut-turut, harus apa ya?", ucap Lestari. "Yang kalah harus
menyatakan cinta ke seseorang. Seperti tadi saja, saya mengungkapkan
cinta ke Yati di depan sekolah! Meh Rame!" ucap Mulyadi. "Siaaap lah!"
ucapku optimis. Kami pun memulai permainan. Babak kesatu aku kalah.
Keringat dinginku setetes menetes. Pertandingan yang kedua pun sama. Dan
Tiba pada permainan terakhir, semua pemain sorak "AAAAhhh si Zhafira
eleh deui", ucap Mulyadi! "Nyatakan cinta!" Aku hanya berteriak dengan
perasaan antara menyesal dan ingin tertawa terbahak-bahak.. Terkadang
aku mengelak, namun tak didengar. Karena sudah perjanjian, akupun harus
menetapi janji itu".
"Nyatakan cinta ke siapa ya?", ucap mulyadi riang. Seseorang ada yang
berbisik, "Putraaa...". Dan Mulyadi pun berteriak., "Naaah Ka siatat
we!", dia pun dengan begitu cepatnya membawa petikan daun dari pot bunga
di depan kelas. "Nyatakan cinta nyatakan cintaaaa!" ucap teman-teman
begitu sorak. Aku tak tahu percis bagaimana cara menembak seseorang
karena jujur, sampai saat itu belum pernah ada yang menembakku. Mulyadi
pun mengajariku terlebih dahulu apa yang harus ku katakan. Saat itu,
Putra hanya tersenyum di meja panas sambil bermain gapleh dengan
golongan tingkat harder/tingkat atas. "Atat, dibaju atuh kan zhafira mau
nembak", teriak Dewi. Dadaku berdegup kencang, Putra berbalik ke
arahku, aku berdiri terdiam sambil memegang sepucuk daun. Teman-temanku
memandang dan tertuju ke arahku, sunyi, menunggu ucapan dari mulutku.
dan akhirnya, pada tanggal 210112012, aku mengatakan suatu hal "Atat,
abi bogoh ka atat", ucapku sambil meberikan sepucuk daun itu. Dia diam
tak berucap apapun, hanya senyuman kecil yang manis dan indah yang dia
tampakkan kepadaku. Diapun menerima sepucuk daun yang kuserahkan. Semua
teman-temanku sorak. Sebagian ada yang berkata, "Selamat jadian yaaaa",.
Aku hanya bisa tersenyum dan terdiam.
Setelah itu, keadaan kelas kembali seperti biasa. Guru saat itu sedang
ada kepentingan dan tidak dapat hadir. Aku masih ingat, masih pada hari
itu aku melewat ke bangku pnas tempat golongan harder sedang bermain
gapleh. Putra memanggilku, "Zhafira", "ya", ucapku, hatiku berdegup
kembali. "Sini duduk, temani aku", mintanya. Aku tak menolaknya, aku
duduk di sampingnya. Aku masih ingat, dia tidak mengenakan baju ataupun
kaos, saat itu dia berkeringat karena selesai bermain bola. Dia pun
mengambil kaos olahraganya dan menutupi punggungnya. "bau ga?", tanyanya
"ngga da", ucapku dengan senyuman. "Ga main gapleh lagi?", tanyanya.
"Ngga ah, ngga bisa. Nanti kalah lagi", ucapku tersenyum kecil. "Biar
atuh kalah juga, biar bisa nyatain cinta lagi ke aku", jawabnya. Hatiku
luluh, aku tersenyum, dan hatiku berteriak tertawa, berlarilari ke
hamparan taman yang luas dan penuh dengan bunga-bunga. Aku tahu, hari
itu adalah hari yang amat indah. Dia terus memainkan kartu gaplehnya,
dan aku tetap duduk di sampingnya sambil melihat dia dengan begitu
dekatnya. Alangkah indah perasaan ini. Aku ingin terus merasakan
perasaan yang seperti ini.
Aku tahu, aku bahagia. Namun terkadang akupun merenung. Aku tahu, dia
seperti setangkai bunga yang telah terikat kuat oleh pemiliknya. Dia
telah memiliki seseorang lain yang berarti di hidupnya. Jauh hari
sebelum kejadian itu, aku sudah tahu statusnya di media sosia. Dia telah
memiliki bidadari cantik yang dapat menemani hidupnya, daia kakak
kelasku. Aku memang sedik tergores, namun bukan berarti aku putus
harapan. Aku hanya ingin mengaguminya. Dia memang telah ada yang
memiliki namun biarlah, toh aku hany ingin mengagumi, bukan ingin
memilikinya. Biarlah dia bersama orang lain, asal aku dapat melihatnya
tersenyum dan bahagia. Dan sejak saat itu, keyakinan hatiku tetap
berpegang teguh pada nya, hati ini tulus mengaguminya. Aku akan
melakukan hal terbaik baginya. Aku tak butuh apapun darinya, aku hanya
ingin melihat senyum di hari-harinya.
* * *
3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar