Minggu, 22 Desember 2013

Sebening Ketulusan Hati

PERKENALAN
Pagi itu amat cerah. burung berkicau, embun menetes dari atas dedaunan. Angin berhembus, menyejukan khalayak insan di muka bumi. Aku siap melewati hariku itu. Aku terbangun, sejenak ku basuh muka untuk mengambil air wudhu dan kemudian sembahyang. Sejenak ku terdiam, dan ku ingat bahwa hari ini hari pertamaku duduk di kelas XI SMA. Hari ini aku menjadi panitia Masa Orientasi peserta didik untuk yang pertama kalinya. Persiapanku sudah matang, aku siap menjalankan hariku saat ini.

Aku tak sempat masuk ke kelas baruku. Namun saat ku melangkah sibuk, seseorang memanggilku. "Dilla, nanti sebangku denganku ya. Di bangku paling depan kok, dekat guru" teriak Nissa saat aku melewat. Aku hanya membalasnya dengan senyuman sambil mengangguk. Hari itu aku terlalu sibuk, sebagai organisator tentu kesibukan adalah hal yang bukanlah aneh. Dalam hidup, tak ada kata diam, dan tak boleh ada sedetikpun waktu yang terbuang dengan tak berarti. Ya, itulah yang selalu kujalani sejak awal masa SMA ku, aku isi hari-hariku dengan berbagai kesibukan. Aku mencoba aktif di berbagai kegiatan, namun tetap berpacu meraih prestasi. Aku memang pendiam dan kurang aktif dalam berkata, namun aku berani membuktikannya melalui perbuatan yang sepenuhnya dapat kulakukan dengan maksimal.

"Bundaaaa kita sekelas lagi", sambut Priliya di kelas baruku. Itulah memang panggilan hangat dari teman-temanku. Terkadang panggilan keluhan selalu menyapaku. "Ubuuuuuuuun". Hari pertama, kedua dan ketiga, aku sama sekali tidak masuk kelas. Lagipula pembelajaran masih belum kondusif. Semua guru harus memberikan berbagai ilmu pengenalan sekolah kepada murid kelas X yang baru saja masuk. Hari ini hari kamis, dan inilah hari pertama saatnya ku tancap kembali gasku, sisingkan lengan baju, rapikan hijabku, dan mulai belajar. 

Aku bukanlah insan yang begitu mudahnya beradaptasi dengan lingkunganku. Hal tersulit dalam diriku adalah mengingat nama seseorang. Aku hanya mengingat dengan cepat wajah-wajah orang yang ada di sekitarku. Bahkan nama guru-guru pun aku tak begitu tahu. Perlu waktu yang lama untuk mengingatnya. Di sudut ruangan paling kanan, duduk seseorang yang entah mengapa palinng kuingat raut wajahnya. Entah itu senyumnya, cemberutnya, saat dia terdiam pun aku amat mudah mengingatnya. 

Panas terik, namun sejuk. Keramaian pinggir jalan yang selalu kudengar. Maklum, rumahku dekat sekali dengan sekolahan SMP maupun SMA. Saat malam hari yang sunyi, suara kebutan motor terkadang mendenging beberapa detik. Malam ini aku harus belajar, kubereskan buku ku. ku duduk di tempat ternyaman sepanjang hidupku. Yah, itulah meja belajarku. Sejenak ku membaca, terbesit di ingatanku wajahnya, seseorang yang kulihat tadi. Terkadang hatiku berdegup. Entah apa yang kurasakan, namun saat kuingat itu, aku merasa nyaman. Mungkinkah ini adalah setetes kenikmatan hati dan perasaan dari Sang Pencpipta. Entahlah, yang pasti sampai saat ku menginjak bangku sma, aku tak pernah mengenal tren masa remaja yaitu berpacaran. Aku amat menutup diri terhadap isi hatiku, kepada siapapun itu. Mungkin yang tahu tentang kebenaran perasaan ini hanya Allah SWT. Memang sebelumnya aku sempat mengagumi seseorang, cinta pertamaku di bangku smp. Selama 3 tahun aku mengaguminya, ya hanya sekedar mengagumi. Saat bangku kelas X sma pun aku sempat mengagumi siswa yang duduk di pinggirku, namun hanya setahun aku mengaguminya. Dan kini, kisahku selalu saja sama, ku kagumi teman sekelas, dan rasa itu muncul secara tiba-tiba dan begitu saja, seperti halnya pelangi yang indah setelah kegelapan dengan penuh kesempurnaan.

Pagi ituku tiba di sekolah. Saat menyebrang sekolah, bel barulah berbunyi. Itulah kebiasaanku, aku selalu datang terlambat, walaupun memang belum pernah aku masuk setelah guru pengajar masuk. Semakin hari ku mulai mengenal teman-teman sekelasku, walaupun memang amat sulit. Panggilan bunda menyebar hingga ke teman kelas xi ku. Nama itu adalah nama pemberian teman terbaikku, Santika saat ku masih di kelas X. Dan nama itu terus terbawa ke kelasku, dan tentunya kepada siswa-siswi di kelas lain. Entah mengapa akupun nyaman dengn panggilan itu. Meja belajarku berada di ujung paling kiri bagian depan, Ya tepat didepan bangku guru. Bukannya takut, tapi aku malah senang bila bisa memandang raut wajah guru saat mengajar, karena ku dapat mengerti dengan apa yang mereka katakan. Namun terkadang, sebagian guru tak mau hanya sekedar duduk saja. Mereka berjalan di tengah-tengah kelas. Dan walaupun aku berada di depan, aku tak bisa bila hanya dengan mendengarkan. Aku harus melihat wajah guruku. pandanganku berbelok 90 derajat bersama badanku. Dan tanpa sengaja, setelah ku berbalik, kubelokkan pandanganku sebesar 45 derajat ke arah kanan. Dan apa yang kurasakan? 

Angin berhembus, dadaku merasakan suatu kesejukan. Indah. Terkadang hatiku tersenyum, namun senyuman asliku tak ingin kuperlihatkan. Kulihat seorang laki-laki duduk, tepat lurus didepan pandanganku. Memang dia duduk di bangku kedua dari belakang, di ujung paling kanan. Tetapi bila sudut pandanganku tepat 45 derajat, aku dapat melihat wajahnya dengan jelas. aku tertegun dengan kegembiraan hatiku. Konsentrasiku tidaklah buyar, aku tetap dapat mengingat apa yang dikatakan oleh guru. Beberapa detik terkadang dia menoleh ke arahku, aku tersipu. Aku merasa salah tingkah. Aku buang pandanganku ke perhatian yang lain. Ketika pandangannya berubah, kupandang kembali wajahnya yang menyejukan itu. Dan saat dia mengarah kembali kepadaku, kubuang lagi pandanganku ke arah yang lain. Yah, seperti itulah keseharianku. Amat indah yang kurasaakn pada saat-saat itu. Apa yang sebenarnya yang kurasakan?

1


Tidak ada komentar:

Posting Komentar